Kamis, 31 Desember 2009

MK Tentukan Nasib Calon Advokat

Ini merupakan jalan keluar yang baik atas ketidakjelasan nasib yang menimpa para calon advokat, setelah sebelumnya Mahkamah Agung mengeluarkan KMA nomor 052/KMA/V/2009 tanggal 1 Mei 2009 ditujukan kepada seluruh Ketua Pengadilan Tinggi di seluruh Indonesia yang berisi tentang: 

“Ketua Mahkamah Agung meminta kepada ketua Pengadilan Tinggi untuk tidak terlibat secara langsung atau tidak langsung terhadap perselisihan didalam organisasi advokat berarti Ketua Pengadilan tinggi tidak mengambil sumpah advokat baru sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 4 UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Walaupun demikian, Advokat yang telah diambil sumpahnya sesuai Pasal 4 tersebut diatas tidak bisa dihalangi untuk beracara di Pengadilan terlepas dari organisasi manapun ia berasal, apabila ada advokat yang diambil sumpahnya menyimpang dari ketentuan pasal tersebut (bukan oleh Ketua Pengadilan Tinggi) maka sumpahnya dianggap tidak sah sehingga yang bersangkutan tidak dibenarkan beracara di Pengadilan…” 

Mahkamah Konstitusi pada tanggal 30 Desember 2009 pukul 14.00 WIB telah memutuskan Permohonan Pengujian UU No. 18 tahun 2003 tentang Advokat pasal 4 ayat (1) yang berbunyi:
“Sebelum menjalankan profesinya, Advokat wajib bersumpah menurut agamanya atau berjanji dengan sungguh-sungguh di sidang terbuka Pengadilan Tingi di wilayah domisili hukumnya”
Permohonan ini diajukan oleh 3 (tiga) orang Kandidat Advokat yang isu utamanya adalah tentang penyumpahan di sidang terbuka Pengadilan Tinggi di wilayah domisili hukum.

Mahkamah Konstitusi dalam amar putusannya menyatakan bahwa:

  • Menyatakan mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian;
  • Menyatakan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4288) adalah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dipenuhi syarat bahwa frasa “di sidang terbuka Pengadilan Tinggi di wilayah domisili hukumnya” tidak dimaknai bahwa “Pengadilan Tinggi atas perintah Undang-Undang wajib mengambil sumpah bagi para Advokat sebelum menjalankan profesinya tanpa mengaitkan dengan keanggotaan Organisasi Advokat yang pada saat ini secara de facto ada, dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak Amar Putusan ini diucapkan”;
  • Menyatakan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4288) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa “di sidang terbuka Pengadilan Tinggi di wilayah domisili hukumnya” tidak dimaknai bahwa “Pengadilan Tinggi atas perintah Undang-Undang wajib mengambil sumpah bagi para Advokat sebelum menjalankan profesinya tanpa mengaitkan dengan keanggotaan Organisasi Advokat yang pada saat ini secara de facto ada, dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak Amar Putusan ini diucapkan”;

Atas dasar putusan ini Pengadilan Tinggi wajib menyumpah Advokat sebelum menjalankan profesinya tanpa mengaitkan adanya beberapa Organisasi Advokat yang sekarang ini ada (KAI, Peradi, ataupun Peradin). Unduh putusan lengkap disini.

Selamat untuk seluruh Kandidat Advokat.



Kamis, 24 Desember 2009

/rif Bukan Radja Dan Buka Pula Orang Biasa

Kalau tidak salah, terakhir saya menyaksikan penampilan /rif adalah pada tahun 2006 di PRJ atau bahkan 2004, setelahnya belum pernah lagi sampai akhirnya mereka main di kampus saya pada Kamis, 24 Desember 2009.

Benar-benar berpenampilan sebagai seorang rock star, sepatu boot, celana ketat dari kulit, baju lengan buntung sembari memamerkan tattoo dari masing-masing personil. Membuka penampilannya dengan single Fight, duet gitar Adjie Pamungkas (a.k.a Jikun) dan Noviar Rachmansyah (a. k. a. Ovi) memulai lagu ini. Fight sendiri menceritakan tentang ambisi manusia-manusia dalam merebut kekuasaan, rencananya lagu ini akan dimasukkan dalam album baru mereka, dan sekarang Fight masih beredar gratis di internet.

Tanpa ampun, vokalis yang gemar topu Cowboy melanjutkan dengan lagu keramat, yaitu Radja. Keramat karena lagu ini adalah lagu yang membuat nama mereka populer pada tahun 1996. Kemudian Radja pun menjadi titel album pertama mereka yang dirilis tahun 1997. Spontan saja semua penonton yang sudah menunggu lagu ini bernyanyi dengan histeris. ”Tapi ku bukan Radja, ku hanya orang biasa yang selalu dijadikan alas kaki para sang Radja.....” teriak vokalis yang memiliki nama asli Restu Triandi (biasa disapa Andi) yang diikuti oleh penonton.

Selanjutnya Andi pun berbasa-basi komunikasi dengan penonton. Nuansa optimisme seorang pemuda berkali-kali ia lontarkan ke penonton. ”Mari jadikan dunia Indonesia ini lebih baik” teriak Andi yang serta merta disambut cabikan Bass Teddy -menggantikan posisi Iwan- membuka Dunia, salah satu judul lagu dari album .....dan dunia pun tersenyum... yang dirilis tahun 2000.

Penampilan garang tentulah bukan berarti mereka tidak bisa menciptakan lagu manis. Karena lagu Bunga -yang lagi-lagi diambil dari album Radja- menjadi buktinya. Betapa manisnya petikan gitar Jikun bersahutan dengan Ovi yang diisi nyanyian Andi menjadi lagu keempat yang mereka bawakan malam itu. ”Pastinya kalian ingat dengan siapa pertama kali kalian berciuman dalam hidup. Hal itu nggak mungkin terlupakan” sapa Andi kepada penonton sebelum kemudian membawakan lagu baru mereka berjudul First Kiss

Di sela-sela lagu mereka masih sempatnya mencerca Kangen Band, Hijau Daun, Wali dll. Sesuatu yang menurut saya tidak perlu, karena cukuplah mereka berpenampilan sebaik mungkin untuk membuktikannya. Jeni dari album Radja dibawakan dengan mantab. Saya sebenarnya tidak terlalu suka sama lagu ini, tetapi setelah melihat mereka memainkan secara live, pandangan saya pun berubah, lagu ini adalah lagu /rif yang paling rock n roll. 

”Jangan berharap ada lagu seperti Hijau Daun atau Kangen Band malam ini karena kami tidak bisa menciptakannya, lagu kami ini memang tidak selaku RBT yang banyak dipakai orang-orang saat ini, tapi semoga lagu ini laku bagian kalian semua malam ini”, Andi berkoar memperkenalkan lagu yang berjudul Awan Hitam, yang pembuatan lagunya terinspirasi dari keprihatinan mereka terhadap tragedi-tragedi Bom di Indonesia.

Sudah bisa ditebak, Lo Tu Ye dari album Nikmati Aja (2000) menjadi pamungkas /rif malam itu. Lagu yang memang membuat siapa saja bergoyang meski baru pertama kali mendengarnya. Tampak di belakang perangkat drum, Magi Trisandi gagah mengawal beat-beat dari rekan satu bandnya. Sepertinya /rif memang kurang berani memperkenalkan lagu-lagu mereka yang lain, karena malam itu tak ada satupun lagu dari album Salami (1998) dan bahkan dari album terbaru mereka Pil Malu (2006).
Malam itu, band asal Bandung ini memang tidak mengaku sebagai Radja, tapi sebagai sebuah band Rock Indonesia yang menutup acara KREMMASI pada pukul 21.50 WIB, mereka tak bisa juga disebut sebagai orang biasa. Maju terus Rock Indonesia !!!


Rabu, 23 Desember 2009

Nilai 467 Dus Kaleng

Kamis, 24 Desember 2009 | 03:08 WIB
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/12/24/03083226/Nilai.467.Dus.Kaleng

Pukul 03.00, Jumat, 7 November 2003. Yakobus Lay (65) alias Lay Cung Sin, warga Nusa Tenggara Timur, bersama sopirnya membawa barang dagangan, 467 dus minuman kaleng dagangannya. Sudah empat tahun Yakobus berdagang minuman sehingga ia tidak merasa ada yang aneh saat berpapasan dengan rombongan aparat militer dan polisi sekitar 8 kilometer dari perbatasan dengan Timor Leste. Apalagi, di kampung sebelumnya, di dekat Desa Aitoun, Yakobus telah bertemu rombongan itu.

”Rupanya mereka tunggu di hutan, di tempat yang tidak ada rumah,” katanya.

Oknum Koramil dan Polsek Weluli itu bertanya, akan ke mana dus-dus minuman itu dibawa. ”Akan dibawa ke Desa Beilalu,” kata ayah enam anak ini sambil menyebut salah satu langganannya. Oknum polisi meminta Rp 5 juta. Yakobus menolak. Ia beralasan untuk meminjam motor agar bisa melaporkan pemerasan ini ke Polres Belu. ”Tapi, mereka tidak kasih,” ceritanya.

Paginya, Yakobus dibawa ke Polres Atambua. Di sana ia diperiksa sebagai tersangka penyelundupan. ”Saya sempat liat dus saya ada di satu ruangan di Polres Atambua,” kata Yakobus. Tanggal 13 Februari 2004, Yakobus dipindahkan ke rutan setelah berkas perkara dan barang bukti miliknya dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Atambua.

Di sini masalah muncul lagi. Setelah empat hari masuk rutan, ia dimintai uang Rp 1,25 juta oleh oknum Kejari Atambua berinisial M agar truk bisa diambil pemiliknya. Yakobus sempat meminta penangguhan penahanan lewat anaknya, Yus. Untuk itu, dia diharuskan membayar Rp 7,5 juta oleh oknum M tadi. Setelah ditahan selama 21 hari dan sempat disuruh tidur di lantai sel tanpa alas, akhirnya pada tanggal 3 Maret 2004, Yakobus bisa keluar dari rutan. Ia sempat diminta untuk menandatangani surat pelelangan barang bukti oleh seorang oknum jaksa. ”Saya tidak mau karena proses hukum belum selesai,” kata Yakobus.

Oleh Pengadilan Negeri Atambua, 11 Oktober 2004, Yakobus dinyatakan melanggar Pasal 102 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Kepabeanan tentang penyelundupan. Mendapat hukuman 1,5 bulan penjara dan denda Rp 500.000 itu, Yakobus yang diadili tanpa didampingi pengacara itu naik banding. Oleh Pengadilan Tinggi Kupang, 13 Desember 2004, ia dinyatakan tidak bersalah dan Pengadilan Tinggi Kupang memerintahkan agar barang bukti berupa 467 dus minuman kaleng yang masing-masing berisi 24 kaleng minuman itu dikembalikan ke Yakobus. Putusan ini kemudian dikuatkan Mahkamah Agung pada 6 Oktober 2005.

Sudah lebih dari empat tahun, 467 dus minuman itu belum dikembalikan juga. Bagi Yakobus, itulah harapannya untuk menyambung hidup setelah sebagian besar tanah dan rumahnya dijual untuk membiayai transaksi-transaksi gelap di proses hukumnya dan biaya hidupnya. ”Semua sudah habis....,” katanya terpotong isakan.

Pembicaraan dilanjutkan oleh Andi Muttaqien dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). Menurut Andi, pihaknya telah membantu Yakobus membuat kronologi peristiwa, berdasarkan cerita pria yang tidak bisa menulis ini. Selanjutnya, pihak YLBHI, Rabu (23/12), menyurati kejaksaan untuk mempertanyakan misteri hilangnya 467 dus kaleng minuman itu. ”Menurut hukum, barang bukti yang berkaitan dengan upaya mencari nafkah harus dikembalikan,” kata Andi.

Sudah sebulan Yakobus kos di bilangan Kramat, Jakarta. Ia masih terus berjuang. Semakin sedikit jumlah tanah dan harta yang bisa ia jual. Padahal, dua anaknya yang terkecil, berusia 9 dan 12 tahun, masih membutuhkan biaya. (EDNa c pattisina)


Selasa, 22 Desember 2009

Mereka memeras Yakobus, menghukumnya, memenjarakannya



Rambut putihnya menandakan usianya yang cukup senja. Berjalan sedikit membungkuk menaiki tangga, orang tua ini menaruh harapan besar pada kantor yang sedang didatanginya. 

Yakobus Lay alias Asinku, seorang pria 65 tahun. Matahari sudah mulai terik ketika ia datang, tapi belum juga melewati atas kepala. Diterima oleh seorang Pekerja Bantuan Hukum di Gedung YLBHI, Jalan Diponegoro 74, Selasa (22/12), orang tua ini bercerita tentang kasus yang dialaminya.

Dia adalah seorang pedagang minuman kaleng (Sprite, Fanta, Coca-Cola, dll), yang membeli di sebuah toko besar kemudian mendistribusikannya ke toko-toko di daerah lain. Bertempat tinggal di RT 011/RW 002, Lingkungan Nitasren, Kelurahan Fatubenao, Kecamatan Atambua, Belu, sebuah desa di NTT. Tempat tinggalnya sekarang hanya berupa pondokan kecil yang dibuatnya sendiri. Sedangkan rumahnya yang dahulu ia tempati di Fulur, Desa Dulur, Kecamatan Lamaknen, di Kabupaten yang sama telah dijual demi membiayai proses hukum yang membelit dirinya

Usaha menjual minuman kaleng ini sudah dijalaninya sejak tahun 1999. Sebelumnya dia sempat tinggal di Timor Timur (sekarang Timor Leste) selama 10 tahun. Namun pascajajak pendapat yang diikuti berdirinya Negara Timor Leste, ayah dari enam anak ini kembali ke Indonesia dan memulai usahanya dengan membuka toko di rumahnya yang waktu itu berada di Fulur, sekitar 40 Km dari Atambua. 

Sampai tahun 2003 usahanya cukup maju dan memiliki banyak langganan. Tak seperti biasanya, suatu kali, dia mendapat pesanan minuman sejumlah 500 dus oleh Paulinus Asa warga Beilalu pada tanggal 5 November 2003. Baginya ini merupakan rezeki yang tak boleh ditolak, oleh karenanya keesokan harinya jam 2 siang Yakobus Lay membeli minuman di Toko Daya di Atambua yaitu Fanta, Sprite, Coca cola sebanyak 400 dus dengan total pembelian Rp 26.800.000,- (dua puluh enam juta delapan ratus ribu rupiah). Minuman itu akan dibawanya ke Desa Beilalu, Kec. Lamaknen, Kab. Belu dengan menyewa truk dari Hironimus Atok.

Waktu menunjukkan pukul setengah 20.30, sebelum ke Beilalu dia mampir ke rumahnya di Fulur untuk menambah 59 dus Fanta, Sprite dan Coca Cola, 5 dus Anggur Kolesom dan 3 dus Bir Bintang, sehingga total dus minuman yang diangkut truk adalah 467 dus, kemudian mereka melanjutkan perjalanan ke Beilalu. 

Malam hari dia melanjutkan perjalanan, ketika di Kampung Boru, Desa Aitoun, Kec Raibat, Kab. Belu tiga motor menyalipnya, tak lama kemudian sesampainya di hutan sekitar pukul 03.00 pagi, ketiga motor tersebut mencegatnya. Lima orang pengendara motor tersebut mengaku sebagai Petugas Patroli Gabungan TNI-Polri dan menanyakan kemana barang ini akan dibawa.

Yakobus menjawab: ”Akan dibawa ke Beilalu Pak.” 

Namun tak disangka mereka justru memeras penjual minuman kaleng ini. Kepada Yakobus, Matheus Yoseph Mau, salah seorang oknum meminta uang sebesar Rp 5 juta, namun Yakobus hanya sanggup memberi Rp 1 juta rupiah. Matheus kembali bertanya: ”Kami ini berlima, bagaimana membaginya?” 

Selain Matheus lainnya adalah Chriss Bossa (PNS Koramil), Arnoldus Mau, Yoyok Biantoro (Polisi) dan seorang lagi. Kebingungan menghadapi oknum ini, Yakobus coba meminjam motor mereka untuk berpura-pura mengambil uang di rumahnya -padahal ingin melapor ke Polsek Weiluli-, namun ternyata motor tak dapat dipinjamkan. 

Tak dapat memenuhi permintaan uang Rp 5 juta, Yakobus dilaporkan melakukan tindak pidana "mencoba mengekspor barang (penyelundupan)” sebagaimana Pasal 102 UU Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. 

Yakobus segera digiring ke Polres Atambua. Di sana Yakobus disuruh turun dari truk kemudian difoto beserta minuman sejumlah 467 dus miliknya yang dijadikan barang bukti. Dia dituduh akan menyelundupkan 467 dus minuman kaleng ke Timor Leste.

Tak pernah dibayangkan mendapat masalah seperti ini, kepercayaannya kepada aparat penegak hukum mulai pudar sejak itu. Ia pun harus menjalankan proses penyidikan, dimana Yakobus dimintai keterangan oleh Polsek Atambua. Awalnya dia sempat didampingi oleh advokat yang bernama Jemi, namun malang setelah tiga kali pendampingan di penyidikan, ia kemudian ditinggal advokatnya karena memang diduga pengacaranya menjadi bagian konspirasi bersama oknum Polsek Atambua.

Atas tuduhan usaha penyelundupan ini, Yakobus ditahan Jaksa Penuntut Umum selama 21 hari sejak 13 Februari 2004 s.d 3 Maret 2004 di Rumah Tahanan Negara (Rutan). Perlakuan yang merendahkan martabat pun dialaminya, ketika pertama kali masuk Rutan, Yakobus disuruh buka baju, celana dilipat selutut dan berjalan jongkok menuju selnya. Selain itu, pernah beberapa kali disuruh tidur di lantai tanpa sehelai benang pun menjadi pembatas antara kulit punggungnya dengan lantai.

Yakobus sempat diminta menandatangani surat pelelangan barang bukti (467 dus minuman) oleh Jaksa, padahal Persidangan belum dimulai dan belum ada putusan pengadilan yang memerintahkan untuk melelangnya, segera saja Yakobus menolaknya. Yus, salah seorang anaknya meminta Penangguhan Penahanan Ayahnya, karena menurutnya Ayahnya bukanlah pencuri, pembunuh atau merampas uang negara miliaran rupiah. Alasan lainnya adalah dengan ditahannya sang Ayah mereka sekeluarga tidak ada yang menafkahi. Namun, justru anaknya ini dimintai uang sebesar Rp 7,5 juta oleh oknum Kejaksaan sebagai tebusan. Uang pun dikasih, namun penangguhan tak kunjung terkabul.

Proses persidangan dijalaninya tanpa dampingan seorang advokat. Untunglah Romo Paulus, seorang pendeta di salah satu Gereja Atambua bisa memberikan nasihat-nasihatnya kepada Yakobus. Persidangan demi persidangan yang dimulai sekitar bulan September dilaluinya dengan tabah, tujuannya hanya satu: agar ia dinyatakan tidak bersalah oleh Majelis Hakim PN Atambua, sehingga minuman kaleng dagangannya bisa segera kembali dan ia dapat kembali menafkahi anak dan istrinya.

Tak seindah harapannya, Senin, 11 Oktober 2004, Pengadilan Negeri Atambua dalam Putusannya Nomor: /PID/B/2004/PN.ATB menyatakan bahwa Yakobus Lay telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “mencoba mengekspor barang (penyelundupan)” sebagaimana Pasal 102 UU Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. Yakobus dipidana penjara selama 1 (satu) bulan dan 15 (lima belas) hari dan denda sebesar Rp 500.000,- subsidair 1 bulan kurungan. 

Terhadap Putusan ini, Yakobus menyatakan Banding. Dia tidak terima Putusan tersebut, karena jelas dia tidak bersalah sedikit pun. 

Kegigihan memperjuangkan haknya mulai membuahkan hasil. Pengadilan Tinggi Kupang pada Senin, 13 Desember 2004 membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Atambua, 11 Oktober 2004, nomor: 29/Pid.B/2004/PN.Atb, yang dimohonkan Banding. Dalam putusannya Nomor 165/PID/2004/PTK, PT Kupang menyatakan bahwa Yakobus tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak Pidana yang didakwakan kepadanya; meminta agar memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya; dan memerintahkan barang bukti berupa 467 dus minuman, yang terdiri dai 170 dus Sprite, 91 dus Fanta, 198 dus Coca Cola, 3 dus Bir Bintang dan 3 dus Anggur Kolesom yang disita Kejaksaan Negeri Atambua segera dikembalikan kepada Yakobus.

Tidak puas, kali ini justru Jaksa Penuntut Umum yang memohonkan Kasasi ke Mahkamah Agung atas Putusan PT Kupang. Bersama Romo Paulus, Yakobus membuat Kontra Memori Kasasi atas Memori Kasasi JPU. Syukurlah, ternyata keadilan masih berpihak pada orang tua yang tak bisa menulis ini. Kamis, 6 Oktober 2005 Mahkamah Agung menolak permohonan Kasasi dari Jaksa/Penuntut Umum pada Kejari Atambua melalui Putusannya Nomor: 967 K/Pid/2005. Oleh karena Permohonan Kasasi Jaksa/Penuntut Umum ditolak, maka Putusan Pengadilan Tinggi Kupang-lah yang berlaku.

Meskipun sejak tahun 2005 Mahkamah Agung telah menolak Kasasi yang dimohonkan Jaksa/Penuntut Umum, sampai detik ini semua barang bukti berupa 467 dus yang berisi kaleng minuman tidak kunjung dikembalikan kepada Yakobus. Padahal minuman itu merupakan sumber penghidupan dia dan keluarganya.  

Pascaputusan dari Mahkamah Agung, Yakobus telah melakukan berbagai upaya demi kembali hak-haknya yang masih disita oleh Kejaksaan Negeri Atambua. Bersama PMKRI calon cabang Atambua, Yakobus didampingi dalam melakukan audiensi kepada beberapa lembaga, yaitu: pihak Kepolisian, pihak Bea Cukai, Kejaksaan Negeri Atambua dan DPRD Kabupaten Belu. PMKRI membantu mendesak agar pihak Kejaksaan Negeri Atambua segera mengeksekusi Putusan PT Kupang, namun Kejaksaan Negeri Atambua hanya bersedia mengganti barang-barang yang hilang, sedangkan yang sudah kadaluarsa akan dikembalikan kepada Yakobus. Hal ini sangat merugikan Yakobus, karena dari minuman itulah penghasilan dia didapat untuk menghidupi keluarganya dan sangat banyak modal yang telah dikeluarkannya untuk membeli minuman tersebut, serta menjalani proses persidangan.

Yakobus pun pernah konsultasi dengan Ombudsman di Kupang, pihak Kejaksaan Tinggi Kupang, Pengadilan Tinggi Kupang, dan Pimpinan DPRD Provinsi NTT. Namun ternyata tetap tanpa hasil, karena mereka hanya menyarankan agar Yakobus melakukan pendekatan pada Kejaksaan Negeri Atambua.

Potret kenyataan yang dialami Yakobus merupakan akibat dari keterpurukan integritas penegak Hukum dan kesewenang-wenangan mereka. Apalah yang dapat diperbuatnya, meskipun jelas-jelas Putusan PT Kupang memerintahkan agar barang miliknya dikembalikan, ternyata tidak juga didapat. Aparat penegak hukum dalam kasus ini, Polisi, Advokat, Jaksa, serta oknum TNI masih mencerminkan watak buruknya yang melukai perasaan masyarakat. 

Sangat besar kemungkinannya di daerah-daerah pelosok negeri Indonesia banyak Yakobus-Yakobus lain yang menjadi korban kesewenang-wenangan aparat. Karena tentunya aparat di daerah sangat minim kontrolnya. Bagaimana tidak, JJ Rizal, korban salah tangkap mengalami kejadiannya di Depok, kota yang berbatasan langsung dengan Ibukota Jakarta. Prita Mulyasari yang mengeluh melalui email mengalami kejadiannya di Tangerang yang juga berbatasan langsung dengan Ibukota Jakarta. Silahkan bayangkan sendiri jika JJ Rizal dan Prita mengalaminya di tempat serupa dengan Yakobus. 

Lebih dari sebulan sudah Yakobus tinggal indekost di Jalan Kramat, Jakarta, meninggalkan keenam anak dan istrinya tercinta. Memaksakan diri ke Jakarta dengan modal seadanya serta sumbangan beberapa rekan di tempat asalnya, dia sangat ingin bertemu Jaksa Agung atau bahkan Presiden untuk meminta kembali hak-haknya yang bisa dibilang sekarang adalah harta satu-satunya serta agar dipulihkan kembali kedudukan dan harkat serta martabatnya. 

Masih dengan pakaian yang sama ketika dia datang ke lt. 3 Diponegoro 74, kemeja lengan panjang bergaris, celana hitam dan sepatu coklat yang semuanya terlihat lusuh melekat di badannya. Kali ini dia membawa beberapa lembar berkas yang sebelumnya tertinggal, serta mengeluhkan kembali tentang kasusnya dengan sesekali mengusap matanya menahan tangis.

Bagi lelaki yang tidak pernah mengenyam pendidikan ini, Natal tahun 2009 merupakan Natal yang paling tidak berkesan, karena akan ia lewati tanpa tawa ceria anak, senyum manis istri dan keindahan kampung halamannya. 

Andi Muttaqien
Badan Pengurus YLBHI