Selasa, 26 Mei 2009

Selama KAI & Peradi Belum Damai, Tak Ada Pelantikan Advokat

08 Mei 2009 | 14:47 | Advokat
Khresna Guntarto
www.primaironline.com
Calon Advokat Berjubel (http://emirpohan.wordpress.com)

Jakarta - Mahkamah Agung menginstruksikan kepada seluruh ketua Pengadilan Tinggi di seluruh Indonesia tidak mengambil sumpah pelantikan advokat sampai konflik antarorganisasi advokat reda.

Hal ini diberlakukan dengan keluarnya surat keputusan MA No 052/KMA/V/2009 perihal "Sikap MA Terhadap Organisasi Advokat," yang dikeluarkan pada tanggal 1 Mei. Surat ini sendiri muncul karena banyaknya pertanyaan dari Ketua Pengadilan Tinggi di beberapa daerah yang bertanya soal penyumpahan advokat.

"Mulai sekarang advokat yang diambil sumpahnya maka dianggap tidak sah," kata Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung Nurhadi, saat membacakan surat itu di depan wartawan, di Jakarta, Jumat (8/5).

MA menganggap permasalahan yang terjadi pada organisasi advokat adalah masalah yang harus diselesaikan. Namun, lanjut Nurhadi, karena adanya perbedaan persepsi di antara advokat, menimbulkan ketidakpastian bagi pengadilan. "Sehingga mewajibkan MA memberikan petunjuk kepada jajarannya," kata Nurhadi.

Ia menambahkan keluarnya surat edaran MA ini juga atas masukan-masukan dari Mahkamah Konstitusi (MK), Menteri Hukum dan HAM, Kejaksaan Agung dan ahli-ahli hukum senior. "Masukan-masukan itu bervariasi," kata dia.

MA mengakui, bahwa ada beberapa organisasi advokat yang sering mengadukan permasalahannya melalui surat kepada MA, yaitu Kongres Advokat Indonesia (KAI), Peradi (Perhimpunan Advokat Indonesia) dan Persatuan Advokat Indonesia (Peradin). "Mereka semua menyatakan dirinya sebagai organisasi yang paling sah dan menganggap yang lain tidak sah," kata dia.

Atas dasar permasalahan ini MA meminta agar permasalahan antara organisasi advokat harus diselesaikan dahulu. "Selama belum selesai MA meminta ketua Pengadilan Tinggi untuk tidak terlibat secara langsung dalam perselisihan itu," kata dia.

Pasal 28 UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat menyatakan organisasi advokat harus dalam satu wadah. Meskipun UU tidak menjelaskan tata cara pembentukannya.

Meskipun demikian, tambah dia, seluruh advokat dari organisasi manapun yang telah diambil sumpahnya dinyatakan tetap sah sebelum adanya surat keputusan ini. (feb)

Setahun Kematian Maftuh Fauzi, Sang Pejuang


Andi Muttaqien

Hampir tepat setahun lalu, ratusan mahasiswa Universitas Nasional (UNAS), Jakarta, ditahan akibat aksi demonstrasi menolak kenaikan harga BBM tanggal 23 Mei 2008.

Para orang tua mahasiswa pun datang silih berganti ke Mapolres Jakarta Selatan untuk menjenguk anaknya, meskipun beberapa di antaranya tidak diperbolehkan bertemu.

Masih teringat ketika seorang Bapak datang ke saya, menitipkan plastik berisi pakaian bersih dan sedikit makanan ringan. Sang Bapak berkata: ”Mas, titip untuk anak saya ya. Saya tidak tahu ruangannya dimana, namanya Maftuh Fauzi.”

Hampir tiap ruangan polisi di Lantai 3 saya masuki untuk mencari seorang anak yang bernama Maftuh Fauzi. Hingga sampailah saya pada sebuah ruangan yang cukup sempit dan berisi hampir dua puluh mahasiswa duduk di lantai, seorang teman bernama Sader tunjuk tangan (Saat itu saya baru tahu nama asli Sader adalah Maftuh).

”Bokap lu nitip plastik neh der....,” saya berkata sembari melemparkan plastik tersebut.

Sader pun kaget. ”Yaaahhh...” Sepertinya dia menyesal kalau orang tuanya tahu dia ditahan, takut membebani pikiran kedua orang tuanya.

Tak berapa lama keluar tahanan, Sader meninggal di RS Pusat Pertamina. Hanya 18 (delapan belas) hari sejak penangguhan penahannya dikabulkan Polres Jaksel, yaitu tanggal 2 Juni 2008.

Mendengar berita kematian Sader, air mata saya tak tertahan. Bukan, bukan hanya karena dia mahasiswa UNAS yang ikut menolak kenaikan harga BBM, lebih dari itu, sebagaimana mahasiswa UNAS yang lain, Sader adalah teman baik saya. Mulai dari nongkrong, bercanda, kata-kataan, sampai kesamaan selera musik.

Terakhir kenangan adalah ketika, saya, Sader, Gembol dan Donny menyaksikan secara langsung penampilan HELLOWEEN (band metal asal Jerman) di Senayan. Bahkan ketika masih ditahan, dia sempat bercanda: ”Jadi nggak neh nonton TRIVIUM?” Sungguh kenangan tak terlupakan. Buat saya. Sader adalah kawan yang sangat supel dan periang.

Wajahnya masih sangat segar dan tenang. Meskipun memiliki kulit yang gelap, wajahnya tetap memancarkan keteduhan bagi lawan bicaranya. Mengenakan baju koko warna hitam dengan songkok di kepalanya, Pak Haji Sadi datang menyempatkan diri melayat ke rumah Moch. Khadafi, seorang mahasiswa UNAS.

Ayah Khadafi meninggal pada tanggal 18 April 2009 pagi-pagi benar, hanya semalam setelah beliau sampai di Jakarta sehabis melaksanakan Umrah. Saat itu Pak Sadi tidak datang sendiri, ia juga mengajak istri dan putrinya. Ketika Pak Sadi beserta Istri dan anaknya datang, seorang kawan saya langsung menjemputnya dan menyapanya dengan ramah: ”Papa Mama, kakak apa kabar? Silakan masuk.”

Bagi kami, akan terasa lebih dekat jika Pak Sadi kami panggil dengan panggilan Papa, sebagaimana Sader memanggilnya. Pak Sadi adalah ayah dari Almarhum Maftuh Fauzi alias Nanang alias Sader. Melihat beliau di pemakaman, saya tak tahan, jadi teringat kembali Sader saat dibawa ke makamnya di daerah Kebumen. Seolah tak mau mencampuri lagi alam kuburnya dengan kehidupan politik di Jakarta, ia lebih memilih untuk istirahat dengan tenang di kampung halamannya, tempat kelahirannya.

Setahun sudah peristiwa demonstrasi kenaikan harga BBM di kampus UNAS, yang pada saat itu juga terjadi penyerbuan polisi ke dalam kampus, membabi buta menghancurkan apa saja, memukul siapa saja di dalam kampus, padahal pada waktu itu demonstrasinya sendiri sudah selesai.

Setahun sudah kasus ini tak berkembang, tak ada kejelasan penggantian pengobatan mahasiswa yang kepalanya bocor, tangannya patah, motor dan mobilnya hancur. Para pejabat yang saat itu berkoar-koar bersimpati terhadap Insiden Unas tak berbuat apa-apa, hanya numpang tenar seolah partainya peduli, seolah dirinya pun terpukul dengan kejadian tersebut. Puluhan bahkan ratusan karangan bunga untuk Almarhum Maftuh Fauzi menjadi simbol akan perasaan duka kematiannya dan juga menjadi simbol akan solidaritas perjuangan.

Tapi simbol, tetaplah menjadi simbol semata tanpa berpengaruh apa-apa, sedikitpun tidak. Termasuk sikap dari Rektorat Universitas Nasional yang menganggap kematian Sader seperti virus akut bagi mahasiswa UNAS lainnya, sehingga segala kegiatan mahasiswa sekarang dibatasi dan sangat dikontrol oleh Kampus, seolah curiga.

Mempertanyakan dan menolak sebuah kebijakan pemerintah merupakan hak setiap warga Indonesia. Hal tersebut wajar adanya, karena wargalah yang mengalami dampak tersebut, Dampak dari kenaikan harga BBM telah menuai protes keras dari berbagai kalangan termasuk mahasiswa. Menjadi sangat ironis ketika ternyata penolakan tersebut disikapi secara represif oleh aparat. Sungguh tindakan aparat telah melanggar kemanusiaan. Sebegitu kejikah pendidikan yang diajarkan di Institusi Kepolisian?

Di rumah yang beralamat Jalan Danau Tempe 3 No. 240 RT 08/06 Depok Timur, Kelurahan Abadijaya, Sukmajaya, di kamar Almarhum Sader masih diparkir motor Yamaha Jupiter MX berwarna biru kepunyaan Almarhum, kadang-kadang dipakai oleh Pak Sadi.

”Motornya masih ada, dibiarin aja di kamar. Tidak mau dijual, biar aja Papa pake kadang-kadang,” Pak Sadi berkata. Sepertinya dengan begitu Papa selalu dapat mengingat anaknya dengan baik, meskipun makamnya sangat jauh jaraknya dari Depok.

Seperti pula Papa, saya dan semua kawan-kawan di UNAS akan terus mengenang Alm. Sader sebagai seorang teman, sahabat, kakak, dan seorang Pejuang. Selamat jalan kawan.

Tulisan ini telah dipublikasikan di primaironline pada 24 Mei 2009

Rabu, 13 Mei 2009

Sidang Pengujian UU Pornografi

Telat banget, tapi mudah-mudahan belum basi.....

Pada tanggal 13 Maret 2009, kelompok masyarakat sipil mengajukan Permohonan Pengujian UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Para Pemohon terdiri dari badan hukum, yaitu: KPI, ELSAM, Yayasan Anand Ashram, NIM, PGI, juga individu: Butet Kartaredjasa, Happy Salma, pimpinan Jurnal Perempuan, pimpinan Ardhanary Institute, Pendeta Gomar dan Emy serta dari kelompok gay dan lesbian.

Para Pemohon yang diwakili kuasanya TIM ADVOKASI BHINNEKA TUNGGAL IKA (penulis menjadi salah satu kuasa hukum) meminta agar MK membatalkan keseluruhan UU Pornografi karena UU tersebut sangat diskriminatif dan memberikan pengaturan yang sangat luas terhadap warga negara, selain itu banyak pasal-pasal dalam UU Pornografi sebenarnya sudah ada di UU lain. UU ini juga memberikan definisi pornografi yang tidak jelas. Silahkan unduh permohonan (belum perbaikan) di sini.

Tanggal 23 Maret 2009 disidangkan untuk pertama kalinya, sidang Pendahuluan dipimpin oleh Hakim Maria Farida, dan juga ada hakim Akil Mochtar, serta Hakim Abdul Mukhtie Fajar. SIdang Pertama ini Hakim MK memberi nasihat agar kedudukan hukum Para Pemohon diperjelas. Risalah sidang I silahkan unduh di sini.

Sidang kedua dilaksanakan pada Senin, 13 April 2009. Pada sidang ini, TIM ADVOKASI BHINNEKA TUNGGAL IKA merubah struktur permohonannya dan menyebutkan dalam Petitumnya agar MK membatalkan keseluruhan UU Pornografi. Risalah sidang II silahkan unduh di sini.

Sampai tulisan ini dibuat, Sidang Pengujian UU Pornografi dengan nomor perkara 17/PUU-VII/2009 sudah tiga kali disidangkan. Sidang terakhir dilaksanakan pada tanggal 6 Mei 2009. Dalam sidang tersebut, Para Pemohon menghadirkan dua orang ahli, yaitu: Prof J.E Sahetapy berbicara tentang UU Pornografi dari sudut Viktimologi, dan Prof. Soetandyo Wignjosoebroto yang berbicara tentang sosiologi hukum. Risalah Sidang III silahkan unduh di sini.

Dikarenakan saat ini MK kebanjiran Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU), maka persidangan berikutnya kemungkinan akan diadakan pada bulan Juni. Sekian